Home » , , » Tokoh-Tokoh Sosiologi dan SUmbangsihnya Terhadap Perkembangan Sosiologi

Tokoh-Tokoh Sosiologi dan SUmbangsihnya Terhadap Perkembangan Sosiologi

Written By irvan hidayat on Rabu, 17 April 2013 | 11.15


1.    AUGUSTE COMTE
a.     Course of Positive Philosophy (1830-1842)
Buku ini terdiri dari 6 jilid dan diterbitkan dari tahun 1830-1842. Menurut Comte pengembangan pengetahuan manusia baik perseorangan maupun umat manusia secara keseluruhan, melalui hukum tiga tahap. Ketiga tahap itu adalah:
1)      Teologis
Pada zaman teologis, manusia percaya bahwa dibelakang gejala-gejala alam terdapat kuasa – kuasa adikodrati yang mengatur fungsi dan gerak gejala – gejala tersebut. Kuasa – kuasa ini dianggap sebagai makhluk yang memiliki rasio dan kehendak seperti manusia, tetapi orang percaya bahwa mereka berada pada tingkatan yang lebih tinggi dari pada makhluk – makhluk insan biasa.
Zaman teologis dibagi lagi menjadi tiga periode berikut :
a)      Animisme. Tahap Animisme merupakan tahap paling primitif karena benda-benda dianggap mempunyai jiwa.
b)      Politeisme. Tahap Politeisme merupakan perkembangan dari tahap pertama. Pada tahap ini manusia percaya pada dewa yang masing – masing menguasai suatu lapangan tertentu; dewa laut, dewa gunung, dewa halilintar dan sebagainya.
c)      Monoteisme. Tahap Monoteisme ini lebih tinggi dari pada dua tahap sebelumnya, karena pada tahap ini, manusia hanya memandang satu Tuhan sebagai Penguasa.
Tahap ini berlangsung pada sebelum tahun 1300.
2)      Metafisis
Pada zaman ini manusia hanya sebagai tujuan pergeseran dari tahap teologis. Sifat yang khas adalah kekuatan yang tadinya bersifat adi kodrati,diganti dengan kekuatan-kekuatan yang mempunyai pengertian abstrak, yang diintegrasikan dengan alam, dan bukannya Tuhan yang dipersonalisasikan, diyakini dapat menjelaskan segalanya. Tahap ini berlangsung antara tahun 1300 sampai dengan 1800.
3)      Positif
Zaman ini dianggap Comte sebagai zaman tertinggi dari kehidupan manusia. Alasanya ialah  pada zaman ini tidak ada lagi usaha manusia untuk mencari penyebab – penyebab yang terdapat dibelakang fakta-fakta. Manusia kini telah membatasi diri dalam penyelidikannya pada fakta-fakta yang disajikannya.Atas dasar observasi dan dengan menggunakan rasionya, manusia berusaha menetapkan relasi atau hubungan persamaan dan urutan yang terdapat antara fakta-fakta. Pada zaman terakhir inilah dihasilkan ilmu pengetahuan dalam arti yang sebenarnya. Tahap ini berlangsung mulai tahun 1800.
  1. b.     System of Positive Politics
System of Positive Politics merupakan persembahan Comte bagi pujaan hatinya Clothilde de Vaux yang begitu banyak mempengaruhi pemikiran Comte di karya besar keduanya ini. Dan dari karyanya yang satu ini ia mengusulkan adanya agama humanitas, yang sangat menekankan pentingnya sisi kemanusiaan dalam mencapai suatu masyarakat positifis.
PENGARUH POSITIVISME COMTE
Positivisme yang diperkenalkan Comte berpengaruh pada kehidupan intelektual abad sembilan belas. Di Inggris, sahabat Comte, Jhon Stuart Mill, dengan antusias memerkenalkan pemikiran Comte sehingga banyak tokoh di Inggris yang mengapresiasi karya besar Comte, diantaranya
  1. G.H. Lewes, penulis The Biographical History of Philosophy dan Comte’s Philosophy of Sciences;
  2. Henry Sidgwick, filosof Cambridge yang kemudian mengkritisi pandangan-pandangan Comte;
  3. John Austin, salah satu ahli paling berpengaruh pada abad sembilan belas; dan
  4. John Morley, seorang politisi sukses.
Namun dari orang-orang itu hanya Mill dan Lewes yang secara intelektual terpengaruh oleh Comte.
Di Prancis, pengaruh Comte tampak dalam pengakuan sejarawan ilmu, Paul Tannery, yang meyakini bahwa pengaruh Comte terhadapnya lebih dari siapapun. Ilmuwan lain yang dipengaruhi Comte adalah Emile Meyerson, seorang filosof ilmu, yang mengkritisi dengan hormat ide-ide Comte tentang sebab, hukum-hukum saintifik, psikologi dan fisika. Dua orang ini adalah salah satu dari pembaca pemikiran Comte yang serius selama setengah abad pasca kematiannya. Karya besar Comte bagi banyak filosofis, ilmuwan dan sejarawan masa itu adalah bacaan wajib.
Namun Comte baru benar-benar berpengaruh melalui Emile Durkheim yang pada 1887 merupakan orang pertama yang ditunjuk untuk mengajar sosiologi, ilmu yang diwariskan Comte, di universitas Prancis. Dia merekomendasikan karya Comte untuk dibaca oleh mahasiswa sosiologi dan mendeskripsikannya sebagai ”the best possible intiation into the study of sociology”. Dari sinilah kemudian Comte dikenal sebagai bapak sosiologi dan pemikirannya berpengaruh pada perkembangan filsafat secara umum.
Buku Course of Positive Philosophy pun menjadi dasar bagi aliran positivisme.
  1. 2.    KARL MARX
  2. a.     The Communist Manifesto (1848)
Inti dari pemikiran Marx yang dituangkan dalam karyanya yaitu Communist Manifesto adalah sebuah filsafat sejarah, yang kemudian dikenal sebagai materialisme historis. Teori sejarah Marx tidak mencoba untuk menjelaskan sedikit mengenai sejarah manusia, tetapi menerangkan evolusi sebagai bagian dari teori sejarah, yang bernama sejarah sosial dan ekonomi. Sejarah adalah keterarahan menuju sebuah titik akhir. Akhir atau tujuan bukanlah sebuah kesadaran dari sebuah proses tetapi suatu wajah yang pasti dari organisai ekonomi : komunisme.
  1. b.     A Contribution to The Critique of Political Economy (1859)
Berikut adalah beberapa karya Marx semasa hidupnya:
1.      Economic and Philosophical Manusript (1844)
Tulisan ini terinspisrasi karena Marx banyak mengenal tulisan-tulisan ahli ekonomi politik seperti Adam Smith dan David Ricardo. Marx dalam hal ini mengambil isu individualisme pendekatan ini dengan mengatakan bahwa deengan individualisme manusia dikesampingkan.
2.      The German Ideology (1845)
Karya ini merupakan hasil pemikirannya dengan Engles. Karya ini mengenai suatu interpretasi komprehensif tentang perubahan dan perkembangan sejarah sebagai alternatif terhadap interpretasi Hegel mengenai sejarah.
3.      The Class Strruggles in France dan The Eighteenth Brumaire of Louis Bonaparte (1848 to 1850)
Kedua esai ini menerapkan metode materialis historisnya Marx dengan berusaha untuk mengungkapkan kondisi-kondisi sosial dan material yang mendasar yang terdapat di bawah permukaan perjuangan-perjuangan ideologis yang dinyatakan hanya dengan kondisi-kondisi sosial dan materil.
4.      The Communist Manifesto
Sebuah tulisan yang ditugaskan kepada Marx oleh organisasi Communist League setelah perdebatan antara Marx dan Weikting dalam organisasi itu mengenai waktu yang tepat untuk revolusi proletariat. Dan ini merupakan pernyataan yang akan menjadi program teoretis untuk organisasi itu.
5.      Das Kapital (1867, 1885, 1894)
Dalam Das Kapital Marx mengembangkan dan mensistematisasi sebagian besar ide-ide yang sudah diuraikan sebelumnya secaara singkat dari karya-karya sebelumnya
Sumbangsih Marx dalam disiplin ilmu sosiologi adalah bahwa ekonomi merupakan faktor yang paling utama di dalam masyarakat apa pun. Bagi Marx, semua masyarakat terdiri dari dua bagian yang paling mendasar:
  1. Fondasi (Infrastruktur), merujuk pada sumbedaya dan teknologi (sarana produksi) yang tersedia di masyarakat, yang pada akhirnya menentukan bentuk sistem ekonomi.
  2. Superstruktur, terdiri dari ideologi, hukum, pemerintahan, nilai, kepercayaan, pendidikan, agama, atau seni yang diciptakan dan digunakan untuk mendukung infrastruktur (Leon P. Baradat, 1988)
Contohnya seperti ini, jika dasarnya adalah monarki absolut maka Raja dan Ratu akan menjadi kelas penguasa; jika dasarnya adalah feodalisme maka para aristokrat (pemilik tanah) akan mendominasi para budak; dan jika dasarnya adalah kapitalisme maka paraa borjuis (pemilik modal) akan mengatur kehidupan masyarakat. Persoalan ini menjadi langkah awal bagi Marx untuk merumuskan agenda revolusi dan kebebasan.
  1. 3.    MAX WEBBER
  2. a.     The Protestan Ethic and Spirit of Capitalism (1902-1904)
Dalam buku Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme, Weber berpendapat bahwa agama adalah salah satu alasan utama bagi perkembangan yang berbeda antara budaya Barat dan Timur. Menurutnya, ajaran Kalvinisme mengharuskan umatnya untuk menjadikan dunia tempat yang makmur –sesuatu yang hanya dapat dicapai dengan kerja keras. Karena umat Kalvinis bekerja keras, antara lain dengan harapan bahwa kemakmuran merupakan tanda baik yang mereka harapkan dapat menuntun merka ke arah Surga, maka mereka pun menjadi makmur. Namun keuntungan yang mereka peroleh melalui kerja keras ini tidak dapat digunakan untuk berfoya-foya atau bentuk konsumsi berlebihan lain, karena ajaran Kalvinisme mewajibkan hidup sederhana dan melarang segala bentuk kemewahan dan foya-foya.
Sebagai akibat yang tidak direncanakan dari perangkat ajaran Kalvinisme ini, maka para penganut agama ini menjadi semakin makmur karena keuntungan yang mereka peroleh dari hasil usaha tidak dikonsumsikan melainkan ditanamkam kembali dalam usaha mereka. Melalui cara inilah, menurut Weber, kapitalisme di Eropa Barat bekembang.
  1. b.     Agama Tiongkok: Konfusianisme dan Taoisme
Weber memusatkan perhatiannya pada unsur-unsur dari masyarakat tiongkok yang mempunyai perbedaan jauh dengan budaya yang ada di bagian barat bumi (Eropa) yang dikontraskan dengan Puritanisme. “Mengapa kapitalisme tidak berkembang di Tiongkok?”. Dalam rangka mencari jawabannya, maka yang dilakukan Weber adalah memahami sejarah kehidupan masyarakat tiongkok.
Menurutnya, masyarakat Tiongkok memiliki akar yang kuat dengan kehidupan nenek-moyang mereka sejak tahun 200 SM. Tiongkok pada saat itu merupakan tempat tinggal para pemimpin kekaisaran yang membentuk benteng-benteng di kota-kota Tiongkok, disitu juga merupakan pusat perdagangan, namun sayangnya mereka tidak mendapatkan otonomi politik, ditambah warganya yang tidak mempunyai hak-hak khusus, hal ini disebabkan oleh kekuatan jalinan-jalinan kekerabatan yang muncul akibat keyakinan keagamaan terhadap roh-roh leluhur. Hal lainnya adalah gilda-gilda yang bersaing merebutkan perkenan kaisar. Sebagai imbasnya warga kota-kota Tiongkok tidak pernah menjadi suatu kelas setatus terpisah. Namun jika kita cermati dinegara beragamakan Taoisme dan Konfucuisme kini mampu berkembang dan banyak kapitalis dimana-mana mungkin hal itu sudah tidak relevan lagi dengan fakta sosial saat ini.
  1. c.      Economy and Society
Weber mengemukakan perbedaan antara sejarah dengan soiologi. Menurutnya, sosiologi berusaha merumuskan konsep tipe dan keseragaman umum proses-proses empiris. Berbeda dengan sejarah, yang berorientasi pada analisis kausal dan penjelasan atas tindakan, struktur dan kepribadian individu yang memiliki signifikansi cultural.
Suatu sumbangsih pemikiran yang paling dikenal oleh publik berkaitan dengan Weber dalam sosiologi adalah telaah Weber yang cukup detail membahas kiprah akal budi (rasio) yang dominan dalam masyarakat barat. Dalam masyarakat barat model rasionalisme akan mewarnai semua aspek kehidupannya. Orang barat tampaknya hidup operational-teknis sehingga perilakunya bisa diperbaiki secara terus menerus. Menurut Weber, bentuk “rationale” meliputi “mean” (alat) yang menjadi sasaran utama dan “ends” yang meliputi aspek kultural, sehingga dapat dinyatakan bahwa pada dasarnya orang barat hidup dengan pola pikiran rasional yang ada pada perangkat alat yang dimiliki dan kebudayaan yang mendukung kehidupannya. Orang rasional akan memilih mana yang paling benar untuk mencapai tujuannya.
  1. Tentang Rasionalitas
    Dalam pemikiran Weber rasionalitas meliputi empat macam model yang hadir di kalangan masyarakat. Rasionalitas ini dapat berdiri sendiri namun juga bisa integral secara bersama menjadi acuan perilaku masyarakat. Sebagaimana dituangkan oleh Doyle Paul Johnson (1986), rasionalitas menurut Weber meliputi:
ü  Rasionalitas tradisional: jenis nalar yang mengutamakan acuan perilaku berdasarkan dari tradisi kehidupan masyarakat. Disetiap masyarakat seringkali diketemukan aplikasi nilai yang merujuk dari nilai-nilai tradisi kehidupan. Hal ini berdampak pada kokohnya norma hidup yang diyakini bersama. Contohnya: Upacara perkawinan yang menjadi tradisi hampir semua kelompok etnis di Indonesia.
ü  Rasionalitas berorientasi nilai: suatu kondisi kesadaran yang menghinggapi masyarakat dimana nilai menjadi pedoman perilaku meski tidak aktual dalam kehidupan sehari-hari. Jenis rasio ini biasanya banyak dipengaruhi oleh peresapan nilai keagamaan dan budaya yang benar-benar mendalam. Sebagai contoh: orang bekerja keras-membanting tulang di kota besar, kemudian setahun sekali tabungan uang habis untuk mudik kedaerah asal.
ü  Rasionalitas Afektif: jenis rasio yang bermuara dalam hubungan emosi yang mendalam, dimana ada relasi hubungan khusus yang tidak bisa diterangkan diluar lingkaran tersebut. Contohnya: hubungan suami-istri, ibu-anak dan lain sebagainya.
ü  Rasionalitas Instrumental. Bentuk rasional menurut Weber yang paling tinggi dengan unsur pertimbangan pilihan rasional sehubungan dengan tujuan dan alat yang dipilihnya. Disetiap komunitas masyarakat, kelompok masyarakat, etnik tertentu, ada banyak unsur rasionalitas yang dimiliki dari banyak segi rasionalitas tersebut hanya ada satu unsur rasionalitas yang paling populer, yang banyak diikuti oleh masyarakatnya. Sebagai contoh: rasionalitas ekonomi sering menjadi pilihan utama di banyak masyarakat. Sepanjang sejarah kehidupan rasionalitas ini bisa menggerakkan banyak perubahan sosial-mengubah perilaku kehidupan orang-perorang secara kontekstual.
  1. Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme
    Dua bentuk semangat ini merupakan hasil telaahan Weber mengamati bentuk kemajuan awal kapitalisme di eropa barat yang mendapat dorongan dari ajaran protestan secara bersamaan.
    Masyarakat barat yang dikenal mengunggulkan rasionalitas instrumental (yakni rasionalisme yang paling tepat-guna/efisien serta efektif demi mencapai tujuan) hadir bersama-sama dengan etika protestan. Weber menekankan bahwa karakteristik ajaran protestan yang mendukung masyarakat yakni, melihat kerja sebagai panggilan hidup. Bekerja tidak sekedar memenuhi keperluan, tetapi tugas yang suci. Bekerja adalah juga pensucian sebagai kegiatan agama yang menjamin kepastian akan keselamatan, orang yang tidak bekerja adalah mengingkari sikap hidup agama dan melarikan diri dari agama. Dalam kerangka pemikiran teologis seperti ini, maka ‘semangat kapitalisme’ yang bersandar pada cita-cita ketekunan, hemat, berpenghitungan, rasional dan sanggup menahan diri menemukan pasangannya. Dengan demikian terjalinlah hubungan antara etika protestan dengan semangat kapitalisme, hal ini dimungkinkan oleh proses rasionalisasi dunia, penghapusan usaha magis, yaitu suatu manipulasi kekuatan supernatural, sebagai alat untuk mendapatkan keselamatan.
    Perkembangan rasionalisme masyarakat sesuai dengan konsepsi Weber bergerak dari jenis-jenis rasional sesuai tahap-tahap tertentu. Pada awalnya, model rasionalitas bermula dari masyarakat agraris lalu menuju masyarakat industri.
  2. Tentang Birokrasi
    Birokrasi merupakan agen perubahan sosial. Menurut Weber, birokrasi meliputi birokrasi pemerintah maupun birokrasi yang dikelola oleh kaum swasta. Semua produk asumsi mengenai birokrasi acuan Weber, yakni birokrasi merupakan produk berpikir barat yang dibangun azas kemodernan sehingga sesuatu yang barat adalah rasional. Konsepsi birokrasi adalah sistem kerja yang memberi wewenang untuk menjalankan kekuasaan. Birokrasi berasal dari dua konsep kata (bureau + cracy). Beareau adalah kantor yang menjadi alat dari manusia dalam hal ini adalah seperangkat peran yang menghasilkan basis kekuasaan dengan berlandaskan pada aturan-aturan yang baku. Cracy adalah kekuatan yang kemudian menghasilkan kewibawaan. Birokrasi bagi Weber merupakan hasil dari tradisi rasional masyarakat barat yang dicerminkan ke dalam aplikasi lembaga kerja manusia yang mengurusi segala keperluan teknis untuk memudahkan pelayanan kepada publik atau konsumen.
Weber mengkaji konsep-konsep dasar dalam sosiologi, ia menyebutkan bahwa sosiologi ialah ilmu yang berupaya memahami tindakan sosisl. Ini tampak dari definisi berikut ini: Sociology… is a science which attempts the interpretive understanding of social action in order thereby to arrive at a casual explanation of its course and effects (Weber, 1964:88). Arti penting tulisan ini ialah bahwa dikemudian hari tulisan ini menjadi acuan bagi dikembangkanya teori sosiologi yang membahas interaksi sosial. Namun yang perlu juga dikemukakan disini ialah bahwa pendekatan sosiologi yang diusulkan Weber dalam tulisan ini ternyata tidak menjadi tuntunan baginya untuk melihat masyarakat.
Usaha Weber dalam perkembangan ilmu Sosiologi tidak boleh di pandang sebelah mata. Karena lewat hasil-hasil karyanyalah para tokoh-tokoh sosiologi sesudahnya dapat mengembangkan disiplin ilmu ini hingga sedemikian ini.
Berikut ini adalah sebagian dari karya Max Weber  yang telah disusun berdasarkan urutan kronologisnya. Semasa hidupnya Weber menulis buku-bukunya dalam bahasa Jerman. Judul-judul asli yang dicetak setelah kematianya kemungkinan adalah hasil kompilasi dari karya-karyanya yang belum selesai. Diantara karya-karyanya adalah:
  • Der Nationalstaat und die Volkswirtschaftspolitik (orisinal-1895) ” Negara Kebangsaan dan kebijakan Ekonomi” – kuliah pembukaan di Universitas Freiburg
  • Gessammelte Aufsatze Zur Religionsoziologie (Orisinal-1920,1921) ”Kumpulan Esai tentang Sosiologi Agama”
  • Gesammelte Politische Schriften (Orisinal-1921) ”Kumpulan berbagai tulisan politik”
  • Die rationalen und Soziologischen Grundlagen der Musik (Orisinal-1921) ”Fondasi Rasional dan Sosiologi dari Musik”
  • Gesammelte Aufsatze Zur Wissenchaftslehre (Orisinal-1922) ”Kumpulan esai tentang Pendidikan”
  • Gesammelte Aufsatze Zur Soziologie und Sozialpolitik (Orisinal-1924) ”Kumpulan Esai tentang sosiologi dan kebijakan sosial”
  • Wirtschaftsgeschichte (orisinal-1924) ”sejarah ekonomi”
  1. 4.    Emile Durkheim (1858 – 1917)
  2. a.    Rules of The Sociological Method (1895)
Ada lima aturan fundamental dalam metode Durkheim
  1. Mendefenisikan objek yang dikaji secara objektif
Disini yang menjadi sasaran adalah sebuah peristiwa sosial yang bisa diamati di luar kesadaran individu. Defenisi tidak boleh mengandung prasangka terlepas dari apapun yang kira-kira akan menjadi kesimpulan studi.
  1. Memilih satu atau beberapa kriteria
Ini dicontohkan oleh Durkheim dalam pembahasan tentang solidaritas sosial yang berbeda-beda atau mencari penyebab bunuh diri dengan menggunakan angka kematian akibat bunuh diri. Akan tetapi harus banyak kriteria yang harus diperhatikan dalam mengajukan analisis tersebut.
  1. Menjelaskan Kenormalan patologi
Ada beberapa situasi yang bersifat kebetulan dan sementara yang bisa mengacaukan keteraturan peristiwa. Jadi kita harus membedakan situasi-situasi normal yang menjadi dasar kesimpulan-kesimpulan teoritis.
  1. Menjelaskan masalah sosial secara “Sosial”
Sebuah peristiwa sosial tidak hanya bisa dijelaskan lewat keinginan individual yang sadar, namum juga melalui peristiwa atau tindakan sosial sebelumnya. Setiap tindakan kolektif mempunyais atu signifikansi dalam sebuah sistem interaksi dan sejarah. Inilah yang disebut metode fungsional.
  1. Mempergunakan metode komparatif secara sistematis
Hanya komparatif terhadap ruang dan waktu yang memungkinkan semua studi berakhir menjadi ilmu atau yang biasa disebut oleh Durkheim dengan demonstrasi sosiologis.
  1. b.     The Division of Labour in Society (1893)
Dalam buku The Division Of Labour ini Durkheim menekankan pada arti penting pembagian kerja dalam masyarakat, karena menurutnya fungsi pembagian kerja adalah untuk meningkatkan solidaritas. Pembagian kerja yang berkembang pada masyarakat dengan solidaritas mekanik tidak mengakibatkan disintegrasi masyarakat yang bersangkutan, tetapi justru meningkatkan solidaritas karena bagian masyarakat menjadi saling tergantung.

  1. c.     Suicide (1897)
Durkheim menemukan bahwa angka bunuh diri laki-laki yang menduda lebih parah dibandingkan status menjanda perempuan. Durkheim juga membantah teori yang menganggap bunuh diri disebabkan oleh kegilaan, ras dan hereditas. Durkheim mengembangkan teori sosialisasinya dengan membuat suatu tipologi., yakni :
1)      Bunuh diri egoistis
Agama, keluarga dan masyarakat politik merupakan kelompok sosial yang mendefenisikan identitas individu. Ketika semua itu melemah terhadao individu, maka individu kehilangan tempat bernaung dan mundur kearah dirinya sendiri yaitu kepada egonya.
2)      Bunuh diri altruistis
Jika integrasi sosial terlalu kuat dan individu terlalu terkungkung, maka bisa saja menghasilkan altruisme intens yang menyebabkan orang melakukan bunuh diri.
3)      Bunuh diri anomik
Jika dalam proses sosialisasi ternyata integrasi sosial bisa menunjukan adanya defisiensi lewat ekses atau kekurangannya, maka hal yang sama juga terjadi pada peraturan sosial, yakni ketika dominasi intelektual atau moral kelompok melemah, individu akan menghadapi sendiri keinginan dan nafsunya. Terputusnya keseimbangan ini menyebabkan anomie yaitu desosialisasi ini kemudian memicu bunuh diri anomik.
  1. d.    The Elementary Forms of The Religious Life (1912)
Isi dari Elementary Forms of the Religious Life (1912) berupa analisa mendetail dari asas-asas religi. Merujuk pada uraian I. Seger dalam Durkheim and His Critics on the Sociology of Religion (1957: 8-14), Durkheim dalam bukunya melakukan tiga hal: (1) menganalisa religi yang dikenal sebagai wujud religi dalam masyarakat yang paling sederhana (2) meneliti sumber-sumber asasi dari unsur-unsur religi tadi (3) membuat generalisasi ke religi-religi lain mengenai fungsi asasi dari religi dalam masyarakat manusia.
Durkheim meninggal pada 15 November 1917 sebagai seorang tokoh intelektual Perancis tersohor. Tetapi, karya Durkheim mulai memengaruhi sosiologi Amerika duapuluh tahun sesudah kematiannya, yakni setelah terbitnya The Structure of Social Action (1973) karya Talcott Parsons.
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Pages

 
Support : Inaprofit.com | Ndybook | Paidtoface.com | Inashop.tk | Storecommunity.tk
Copyright © 2013. Wisata Terbaik di Indonesia - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Community
Proudly powered by Blogger Power By: Inaprofit.com